Antropologi Tentang Manusia Menurut Pestalozzi

PestaloozisPestalozzi mengeksplorasi sifat seseorang dan mengembangkan teorinya mengenai masyarakat, politik, teologi, psikologi dan pendidikan dari gagasan mengenai sifat manusia yang dia miliki di hatinya.

Berikut adalah gagasan fundamental Pestalozzi mengenai sifat manusia:Pestalozzi

Sifat manusia tidak sama, ada tensi dan kontradiksi didalamnya. Sifat ini memiliki dua sisi yaitu Sensual nature dan Higher Nature.

Sensual nature terdiri dari insting dasar yang secara umum dimiliki manusia dan hewan. Pestalozzi sering menyebut sensual nature sebagai animal nature. Insting ini muncul karena stimuli kebutuhan-kebutuhan tubuh untuk melangsungkan kehidupan individu dan ras manusia. Animal nature ini juga akan membuiat manusia melakukan sesutau yang akan membuatnya bahagia.

Higher Nature adalah yang membuat manusia berada diatas biantang. Higher Nature terdiri dari kemampuan untuk merasakan kebenaran, menunjukkan cinta, peraya Tuhan, mendengarkan kata hati, berbuat adil, merasakan keindahan, kreatif, melihat dan meralisasikan nilai yang lebih baik, bertanggung jawab, melawan egoisme, membangun kehidupan sosial, bertindak wajar, mewujudkan kesempurnaan diri. Pancaran iman dapat dilihat dalam higher nature dan ini menyebabkan manusia menjadi citra Tuhan. Untuk alasan ini, Pestalozzi sering menamakan higher nature ini sebagai inner nature, spiritual nature, moral natre, atau divine nature.

Animal nature dan higher nature saling berhubungan, seperti buah dan bibit. Dua sisi sifat manusia yang saling berbeda tetapi keduanya terkoneksi karena higher nature meluruskan dan mengendalikan sifat alami kebinatangan. Bila higher nature semakin permanen maka tidak bisa dihancurkan. Sebaliknya, sesual nature yang lebih rendah dapat dihancurkan. Disini, Pestalozzi sangat jelas menunjukkan dua sisi alami manusia. Maka, ini menjadi tugas pendidikan, sebisa mungkin untuk menaikkan higher nature dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi agar mampu mengendalikan atau mengeliminasi secara alami animal nature.

Proses diatas meluruskan tiga tahap pengembangan yaitu dari natural state ke social state ke moral state. Di natural state sifat kebinatangan mendominasi. Higher nature bersifat tidak aktif, seperti bibit. Keingintahuan sebagai contoh adalah bagian dari animal nature, tetapi dalam higher nature hal itu bisa berkembang menjadi ketertarikan yang sesungguhnya mengenai kebenaran. Indolence atau ‘cuwek” atau tidak aktif karena sikap tidak senang sebenarnya bersumber pada kecenderungan untuk menghindari ketidaknyamanan, namun pada saat yang sama itu adalah natural basis untuk menilai segala sesuatu secara benar dan adil. Secara teoritis ada dua natural state, yaitu unspoiled natural state dan spoiled natural state. Yang membedakan diatara keduanya adalah:

  1. Unspoiled natural state hanya bisa dibayangkan atau diabstraksikan. Keadaan ini terjadi pada keadaan dimana ada keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan individu dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu. Bayangkan saja bahwa keadaan ini hanya ada di taman Eden sebelum Adam and Eve memakan buah aple.
  2. Hanya spoiled natural state dapat sungguh-sungguh menjadi pengalaman. Ketika manusia beraksi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maka dia berada di unspoiled natural state. Dia tidak bisa menjalankan egoismenya, the unspoiled state, karena dia harus mengakses kebutuhan yang juga dibutuhkan oleh orang lain. Kadang manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berlebihan dengan menjadi tamak, rakus, dan makan lebih dari yang dia butuhkan.

Dalam natural state of humans, pintu masuk ke social state of being, yaitu menjadi bagian dari suatu masyarakat, menjadi perlu untuk menghindari ketidaksenangan dan kemudian untuk berpikir, merencanakan serta bertindak secara bersama. Masuk dalam social state tidak bisa dihindarkan dan tidak juga bisa dibalik. Melalui sosialisasi manusia di satu sisi bisa menjamin hak-haknya, namun di sisi lain harus ememnuhi kewajiban sosial serta menerima pembatasan-pembatasan yang harus mereka patuhi.

Melalui sosialisasi umat manusia telah menciptakan dan melanjutkan sebuah dunia yang tidak ada dalam kerajaan binatang, sebuah dunia tentang hak da kewajiban serta hukum-hukum dan isntitusi-institusi seperti negara, ekonomi, keuangan, berbagai asosiasi, sistem komunikasi. Secara singkata dala peradaban masyarakat.

Masuk kedalam masyarakat tidak mencegah natural egoism individual. Masyarakat hanya membatasinya dan dengan demikian melindungi orang dari akibat negatifnya. Umat manusia dalam social state hidup dalam kecendrungan alami mereka yang kontradiktif. Diluar egoism dan selfishness orang mendambakan keuntungan dari semua itu agar kadang-kadang bisa menolak pembatasan beban masyarakat yang ada untuk membuat masyarajkat tersebut memiliki kelebihan.

Negara sebagai penjaga aturan hukum yang dibutuhkan masyarakat dapat menguatkan hukum dan perundangan hanya bila mererka memiliki kekuatan pisik untuk membuat individu patuh kepada hukum. Negara dalam dalam penjaminan keamanan individual hars melakukan duah hal yang saling bertentangan. Di satu sisi dia harus meminta kepada setiap orang untuk tidak menggunakan dalam penyelesaian masalah, di sisi yang lain dia hars menggunakan kekuata pisik untuk menghadapi mereka yang melawan hukum.
Menjadi bagia dari masyarakat tidak membawa inner harmony untuk individual. Ketika kebuituhan untuk menjadi bagian dari masyarakat adalah selfish need, maka seseoarang akan tetap selfish ditengah masyarakat. Juga, tensi individual antara antara kebutuhan dan kekuasaan selanjutnya akan meningkat karena menjadi bagian dari masyarakat membawa kebutuhan-kebutuhan baru yang sebelumnya tidak dimiliki dan kekuasaan yang dimiliki olah seseorang akan diambil alih oleh masyarakat sebagai ganti kesenangan-kesenangan yang diperolehnya.

Dengan demikian, masyarakats eperti itu tidak akan pernah menjamin pemenuhan kebutuhan individu yang sesungguhnya, tetapi hanya bisa menyusun kerangkan kerja dimana individu mendapat manfaat dari realisasi diri. Individual tetap akan dalam kontradiksi dengan dirinya dan akan menderita dari kontradiksi-kontradiksi yang terjadi secara alami di masyarakat. Ini akan berjalan terus sampai individu menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan sesungguhnya hanya dapat dicapai hanya dengan secara sukarela melepas klaim egoistic dan selfish, Dengan cara menderita seperti ini beban kehidupan sosial dapat membuat orang menyadari arti penting kehidupan sebagai mora individual.

Moral seseorang menyadari bahwa dia harus memenuhi tugas-tugas kehidupannya untuk mewujudkan kesempurnaan dirinya. Ini hanya bisa dicapai dengan cara menolak selfishness dan dengan mengembangkan kekuatan-kekuatan moral atau moral-moral hati-cinta, kepercayaan, menghargai, kebersamaan, keindahan, tanggung-jawab, kreativitas, religiousness, melakukan kebaikan berdasar kehendak bebas, dst. Melalui realisasi moralitas kita mentransform diri kita kedalam bentuk diri kita yang lebih baik sehingga menjadi sungguh-sunggu bebas. Kontradiksi-kontradiksi yang ertinggal di spoilt natural state dan di social state hanya dapat diselesaikan melalui pencapaian moralitas individu .

Meskipun akhir moralitas dalam bentuk perilaku sosial, itu tidak akan pernah berarti sebuah kelompok, ini benar-benar masalah individual. Moralitas tidak berarti menjadi baik dalam tindakan dan perilaku, karena itu mungkin saja alasan selffish dibelakangnya. Moralitas sesungguhnya adalah sukses individu dalam mencapai higher nature tapa tekanan masyarakat.

Manusia secara pisik dengan insting dan kebutuhan-kebutuhan tidak akan dapat menanggalkan animal nature sampai dia meninggal. Selagi setiap individu adalah bagian dari masyarakat, mengambil bagian dari masyarakat, dimana disana adalah preservasi diri dan individu tidak bisa hidup tanpa kontradiksi. Tidak ada seorangpun dapat secvara musrni bermoral jika dia ingin hidup secara pisik.
Dengan demikian, kontradiksi adalah bagian dari pada sifat alami manusia. Ini arena aturan berbeda terhadap tiga keadaan berikut:

  • Sebagai natural state being manusia menjaga dirinya, mementingkan dirinya, mengkompilasi kelebihan dirinya dengan natural instincts. Mereka menamkannya alami.
  • Sebagai social state being manusia adalah bagian dari sistem sosial yang bisa dia manfaatkan. Akan tetapi, sistem itu hanya membuat manfaat itu bisa dinikmati individual selama tidak menolak sebagai bagia dari sistem. Orang kemudian akan menjadi pekerja masyarakat juga.
  • Sebagai moral being, manusia menolak klaim egoistik, ambisius dalam mencapai tujuan dan lebih dari yang lain dengan mengembangkan natural power untuk membantunya bekerja untuk orang lain.

Natural state dan social state di satu sisi dan moral state di sisi lain saling terkait. Duta state dimana animal nature mendominasi (natural state dan social state) adalah kondisi yang diperlukan untuk moralisasi individual. Moral manusia dapat membentuk suatu masyarakat atau suatu keadaan secara bermoral, misal sebagai legislators dan cara mereka menjalankan hukum. Kehidupan sosial akan terasa tidak membebani bila semakin banyak individu merasa bahwa moral adalah bagian dari kehidupan mereka. Kondisi sosial dalam diri mereka tidak stabil karena mereka tergantung di satu sisi kepada seberapa banyak orang mementingkan dirinya sendiri, dan di sisi yang lain kepada seberapa banyak orang memahami prinsip-prinsip sesungguhnya dari kehirupan sosial. Pehamahan ini hanya dapat datangd ari moralisasdi individual.

Natural state, social state, dan moral state tersebut harus dipahami sebagai tiga macam eksitensi manusia yang berbeda dimana setiap capaian manusia dapat dianalis sebagai bagian dari ketiganya. Sebagai contoh, penyelesian konflik dalam natural state didasarkan pada hak-hak yang lebih kuat, dalam social state hal itu didasarkan kepada hukum positif yang berlaku, dan dalam moral state hal itu didasarkan kepada pihak sah yang konflik dengan pemhaman dan pertimbangan.

Seluruh kegiatan-kegiatan dan pencapaianpencapaian masyarakat dapat disebut perdaban dimana budaya datang sebagai akibat dari individual menjalankan moralitas. Semua institusi peradaban mempertimbangkan individual menjadi pembawa peran tertentu, konsekuensinya individual itu dilihat sebagai aspek kolektif dan dengan demikian institusi peradaban selalu mengacu kepada eksistensi individual perorangan.

Bertentangan dengan hal ini, budaya yang benar melibatkan secara serius eksistensi individual manusia dan itu berarti menanggapi singularitas dan situasi hidup individu senyatanya. Untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu negara dan masyarakat seperti keuangan, polisi, kekuatan bersenjata, maka sangat esensial bagi manusia untuk memahami peranan mereka dalam masyarakat. Bagaimanpun juga, menurut Pestalozzi, keprihatinan agama, pendidikan dan darmawan hendaknya dialamatkan dengan mempertimbangkan eksistensi individual.

Segala sesuatu yang beradab dapat ditangani dengan cara mengakui tujuan aktual dari komunitas sosial, berrarti dari sikap moral pembuat keputusan, atau dengan car mengikuti kepentingan-kepentinga yang sunguh mementingkan individu-individu atau kelompok. Bila yang terakhir terjadi maka menurut Pestalozzi. Masyarakat akan mengalami kehancuran.

Oleh karena itu, Pestalozzi percaya bahwa ada empat kemungkinan cara manusia eksis:

  1. Sebuah eksistensi yang murni alami dimana lembaga-lembaga sosial yang bebas dan sayangnnya hanya bisa dibayangkan.
  2. Sebuah eksistensi dimana orang mengikuti keinginan mementingkan diri mereka dan menunjukkan tidak ada pertimbangan untuk bermasyarakat.
  3. Masyarakat dengan keinginan untuk mementingkan diri sendiri secara terbatas dan mengakui bentuk sosial untuk melihat perhatian terhadap individu secara sah.
  4. Eksistensi moral dimana manusia mengangkat dirinya diatas egoisme dan menuju kesempurnaan diri serta membuat orang lain bahagia.

____________________

1 Dari Brühlmeier Arthur and Kuhlemann Gerhard, The ideal of a farmer and the farmer of Pestalozzi, Neuhofyears 1769-1798, from http://heinrich-pestalozzi.info