Momong, Among, Ngemong

Cohort 1900 memang melahirkan pribadi-pribadi patriot karena produk lingkungan. Situasi dimana mereka pada saat itu menjadi tempat subur bagi lahirnya patriot-patriot pejuang. Pemikiran Ki Hadjar awal tahun 1900 an tentang kemerdekaan Indonesia telah melahirkan pemikrian mengenai pendidikan yang akan melahirkan generasi dengan pribadi merdeka dan sesuai kodratnya serta mencintai bangsa dan negerinya. Pergulatan pemikiran Ki Hadjar mengenai perjuangan bangsanya telah menyentuh bagian yang paling mendasar yaitu kaderisasi kepemimpinan dan patriot pejuang bangsa.

Pemikiran Ki Hadjar mengenai guru, bukan hanya sebagai seorang pendidik dan
pengajar namun juga sebagai values system transformer yang merupakan bagian dari proses kaderisasi kepemimpinan perjuangan bangsa. Menurut Ki Hadjar, pendidikan harus sesuai dengan kodrat keadaan anak, yaitu :

  1. Masa kanak-kanak 1-7 tahun
  2. Masa pertumbuhan Jiwa dan Pikiran 7-14 tahun
  3. Masa terbentuknya Budi Pekerti atau Kesadaran Sosial, 14-21 tahun

Maka tiga pembagian masa pendidikan tersebut juga menuntut perlakuan yang berbeda dari pendidik dan diterapkan di Taman Siswa sesuai dengan tahapannya.
3Mong (“o” dalam Mong bahasa Jawa dibaca seperti bunyi “o‘ dalam bahasa Indonesia dorong, kosong, tong, yang terdiri dari Momong, Among, dan Ngemong (“e” dalam bahasa Jawa dibaca seperti “e” dalam bahasa Indonesia pada kata senang, menang, tenang . 3Mong diterapkan dalam proses pendidikan dan pengajaran seiring dengan perjalanan proses pendidikan siswa dari mulai tahap paling awal hingga sudah dewasa dan siap masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Momong dalam bahasa Jawa berarti merawat dengan tulus dan penuh kasih sayang serta mentransformasi kebiasaan-kebiasaan atau membiasakan hal-hal yang baik disertai dengan doa dan harapan agar kelak buah rawatan dan kasih sayangnya menjadi anak yang baik dan selalu dijalan kebenaran dan keutamaan.
Among dalam bahasa Jawa berarti memberi contoh tentang baik buruk tanpa harus mengambil hak anak agar anak bisa tumbuh dan berkembang dalam suasana batin yang merdeka sesuai dengan dasarnya, erat kaitannya dengan azas ke tujuh dari Tujuh Azas Taman Siswa yaitu :
“Azas pengabdian dan kesucian hati, dengan tidak terikat lahir atau batin, serta dengan suci hati, berniatlah kita berdekatan dengan sang anak. kita tidak meminta suatu hak, akan tetapi menyerahkan diri akan berhamba kepada sang anak” [2]

Dalam proses wulang wuruk atau pengajaran tentang nilai kebaikan dan keburukan yang disertai dengan contoh perilaku di tahap ini, pengenalan hukuman sesuai bagi pelanggaran terhadap norma dan disiplin dilakukan sesuai dengan kodratnya. Ngemong dalam bahasa Jawa berarti proses untuk mengamati, merawat, dan menjaga agar anak mampu mengembangkan dirinya, bertanggungjawab dan disiplin berdasar nilai-nilai yang telah diperolehnya sesuai dengan kodratnya.
Dalam sikap yang Momong, Among, dan Ngemong terkandung nilai yang sangat mendasar yaitu pendidik tidak memaksa namun demikian tidak berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah.
Dengan derasnya arus perubahan dan gemerlapnya dunia material, tampaknya 3Mong KHD semakin menghadapi ujian yang semakin berat, ketika tuaian semakin banyak namun pekerja semakin sedikit.