ANTI TESA YANG MENYATUKAN

Pergerakan awal tahun 1900, yang dimulai oleh kehadiran STOVIA 1902, kemudian muncul  pula Serikat Dagang Islam di Solo oleh Haji Saman Hudi 16 Oktober 1905. Sejak Kongres pertama Boedi Oetomo di Yogyakarta Ki Hadjar Dewantara¹ menuturkan bahwa kemunculan kaum pergerakan dengan berbagai bentuk perkumpulan dipicu oleh rasa kepentingan bersama yang sungguh-sungguh di-insyafi  serta merupakan antitesa si terjajah terhadap si penjajah, paham nasional  terhadap paham kolonial, nasib masyarakat kebangsaan terhadap kekuasaan bangsa asing. Antitesa tersebut dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat dan ibarat bola salju yang membuat pemerintah kolonial semakin kewalahan dans emakin represif terhadap berbagai gerakan masyarakat.  Dalam hal ini, STOVIA yang dibentuk oleh pemerintah kolonial itu menjadi rahmat tersembunyi dimana kaum pergerakan revolusioner bisa berkumpul, meskipun tujuan awal pendirian STOVIA adalah untuk mencetak dokter-dokter pribumi yang akan menangani masalah kesehatan di Hindia Belanda karena pemerintah Hindia Belanda dan dokter-dokter Belanda kewalahan. 

 

Anti tesa

 

Tahun 1912 , empat tahun setelah Boedi Oetomo berdiri,  Douwes Decker mendirikan partai politik pertama dengan nama Indische Partij dengan statuen akan melakukan segala usaha yang menuju kemerdekaan Nusa dan Bangsa. Siapapun boleh menjadi anggota tanpa memandang atribut.

Dalam hal ini, Ki Hadjar berpendapat bahwa Boedi Oetomo yang mulai dengan kesadaran kebangsaan, Serikat Islam yang mulai dengan kesadaran ekonomi dan Ke-Tuhanan, dan Indische Partij yang mulai dengan kesadaran politik adalah tanda-tanda yang menunjukkan kemajuan kaum pergerakan yang sehat dimana diferensiasi tampak dan menuju kesempurnaan.

Maka, pemerintah Hindia Belanda tambah gelisah dan devide et empera mulai dilakukan di  Boedi Oetomo dengan mengirim Dr Hazeu untuk melemahkan kaum tua dan kaum moderat; ke Serikat Islam dikirim Dr Rinkes, sedang ke Indische Partij dikirim Gobnor Idenburg yang berkata: “Indie zaal noit onafhankelijk worden” atau Hindia Belanda tak akan menjadi negara merdeka. Dan, kemudian tiga serangai Douwes Decker, Tjipto mangoen Koeseomo, dan Soewardi Suryaningrat di buang ke Kupang, Banda Neira, dan Bangka. Bukan api pergerakan yang semakin padam seperti harapan Belanda, namun justru sebaliknya, semangat recolusioner semakin membara.  Atas usaha bersama kaum pergerakan, kalau sekarang saweran,  Tiga Serangkai itu kemudian pergi ke Belanda dengan harapan untuk melanjutkan perjuangan.

Selanjutnya, gerakan politik terus berkembang  di lapangan ekonomi, sosial, kebudayaan, keagamaan, dll. Bahkan NU berhasil mendirikan pelayaran sendiri untuk mengangkut haji dan menolak maskapai pelayaran Belanda. Semangat pergerakan itu semakin menunjukkan musuh bersama yang satu, yaitu kolonialisme dan imperialisme. Maka, Ki Hadjar menegaskan : “rakyat kita dengan segala lapisannya dapat dipersatukan  apabila ada kepentingan bersama  yang sungguh-sungguh dirasakan dan disadari. Dan kepentingan bersama itu tdak lain adalah antitesa terhadap penjajahan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

_____________________

Sumber utama : Ki Hadjar Dewantara, Dari Kebangunan Nasional sampai Proklamasi Kemerdekaan – Kenang-Kengan Ki Hadjar Dewantara, NV Pustaka, Penerbit Endang Jakarta, 1952.

Leave a Reply