Human Development Index

Human Development Index atau HDI

Human Development Index dari UNDP terdiri dari tiga dimensi yaitu Health, Education, dan Living Standards dengan empat indicators yaitu: [1] Life Expectancy at birth, [2] Expected years of schooling, [3] Means years of schooling, dan [4] GNI per capita (PPP$). Hubungan antara HDI dengan tiga index dan empat indikator ditayangkan pada Gambar 118**

HDI

Gambar 117: Dimensi HDI

HDI* = Ilife1/3 . Ieducation1/3.IIncome1/3

Ke-empat komponen itu, sesuai dengan proposal Amartya Sen mengenai Human Capability, Social Choice, Fredom as development, The Idea of Justice sangat berhubungan secara langsung dengan masalah sosial yaitu milik, kebebasan, keadilan, dan kesetaraan. Maka, dalam konteks mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan alinea ke empat pembukaan UUD 1945 serta tujuan Proklamasi 1945, HDI dipilih sebagai parameter-parameter untuk menilai sejauh mana implementasi Strategi dan Kebijakan Pemerintah. Disamping itu, HDI paling lengkap dari sisi data, baik secara provinsial maupun global sehingga analisis komparasi bisa dilakukan termasuk dengan global benchmark partners. Dengan demikian, HDI akan memberi gambaran mengenai bagaimana tujuan pembangunan yang sesuai dengan cita-cita proklamasi dan dituangkan kedalam konstitusi serta dilaksanakan oleh pemerintah secara berkesinambungan.

Trend HDI Indonesia positif hingga 2011, Gambar 119. Itu berarti ke-empat komponen HDI itu bergerak positif. R2 antara 0.95 hingga 0.98 menunjukkan bahwa model linear regression menjelaskan trend kenaikan HDI dan komponennya dengan sangat baik. HDI, dengan demikian, memberi gambaran mengenai kondisi Health, Education, dan Living Standards. Trend HDI 1980 -2011 juga memberi pesan bahwa slope GNI lebih besar dibanding slope ketiga komponen yang lain. Ini mengindikasikan, tanpa perlu analisis lebih lanjut, bahwa laju pertambahan GNI tidak secara langsung mempengaruhi kesejahteraan maupun pendidikan. Seperti temuan UNDP bahwa pertumbuhan ekonomi berhubungan lemah dengan pendidikan dan kesejahteraan di negara-negara yang sedang berkembang. Dalam hal ini, Indonesia secara empirik tidak berbeda.

Screenshot-68

Gambar 118: HDI and it’s compnents, 1980-2011

Bagaimana dengan HDI di provinsi-provinsi di Indonesia? Secara lebih rinci, HDI untuk setiap provinsi ditayangkan di Gambar 119. Sekitar 50% Provinsi diatas HDI rata-rata nasional dan 50% dibawah rata-rata nasional, yaitu sekitar 72. Nilai tertinggi HDI 77.60 ditempati oleh DKI sedang terendah adalah 64.94 ditempati oleh Papua. Tidak ada pola yang jelas dari nilai HDI ini. DKI teratas bisa dimaklumi sebagai kota metropolitian, namun tindak pidana dan kepadatan penduduk bersifat anomali, dibanding daerah lain. Yang tampak, provinsi dengan HDI dibawah rata-rata nasional kemungkinan memiliki masalah yang kurang lebih sama di empat komponen HDI, berdasar indikator kependudukan, kemiskinan, dan pendidikan. Tiga provinsi kantung kemiskinan di Jawa justru di atas rata-rata HDI nasional. Provinsi dalam kelompok Indonesia Timur dan sebagian Tengah memang konsisten berada di paling bawah dalam berbagai indikator. DIY, meskipun tingkat kemiskinan berada di atas rata-rata nasional namun memiliki HDI tinggi. Pola yang tidak jelas sebaran HDI di seluruh provinsi di Indonesia ini menunjukkan ada kesenjangan implementasi kebijakan untuk membangun bangsa bila ditala dengan parameter HDI.

Screenshot-69

Gambar 119: Human Development Index 2010

HDI value vs life expectancy at birth

Koefisien determinasi R2 61%, Gambar 120 menjelaskan hubungan lumayan kuat antara Life Expectancy at Birth dengan HDI. Tidak ada satupun provinsi yang kontroversial di kuadran II dan IV. Sebaran ada di kuadran I atau III. Namun demikian, hampir separuh provinsi di Indonesia berada dibawah angka rata-rata nasional dalam HDI dan Life Expectancy at Birth. Jadi, indikator Life Expectancy at Birth dan HDI di seluruh provinsi di Indonesia bergerak searah hampir seimbang seperti ditunjukkan oleh slope garis regresinya yang mendekati 1, yang berarti seimbang.

Screenshot-70

Gambar 120: Life Expectancy at Birth vs HDI Value

HDI value vs expected years schooling

Pola pada Life Expectancy at Birth dengan HDI ternyata tidak diikuti oleh pola hubungan antara Expected Years of Schooling dengan HDI yang semakin seimbang, Gambar 121. Mulai tampak kuadran II dan IV terisi. DIY yang terkenal sebagai kota pendidikan ternyata di kuadran II, sedang Maluku, Maluku Utara, kalimantan Selatan, Lampung, dll., berarti kuadran IV yang berarti HDI dibawah rata-rata nasional tetapi Expected Years of Schooling berada di atas rata-rata nasional. Namun, provinsi tertentu yang selalu berada di kuadran III juga tidak berbeda, seperti Papua, Papua Barat, NTB, NTT, dll. Hal itu menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan dan itu berarti kesetaraan belum terjadi.

Screenshot-71

Gambar 121: Expected Years of Schooling vs HDI

HDI value vs mean years of schooling

Di samping Expected Years of Schooling, Indikator Education Index yang lain adalah Mean Years of Scholing. Hubungan antara Mean Years of Schooling dengan HDI di seluruh provinsi ternyata lebih baik dari Expected years of Schooling, seperti ditunjukkan oleh koefisien determinasi R2 56% dan slope >1 yaitu 2.5 yang berarti setiap pertambahan satu unit Mean Years of Schooling akan menaikkan HDI 2.5 unit. Ini berbeda dengan Expercted Years of Schooling yang 1.01. Dalam Gambar 122 tampak bahwa distribusi provinsi itu berpola merata disekitar garis regresi dengan DKI paling menonjol. Lagi, di kuadran III, gambaran provinsi yang tertinggal dalam bidang pendidikan formal semakin jelas. Pemerataan pendidikan dan keadilan tetap menjadi masalah utama.

Screenshot-72

Gambar 122: Mean Years of Schooling vs HDI Value

HDI value vs GNI per capita (2005 ppp$)

Korelasi antara HDI dengan GNI ternyata paling lemah diantara ke empat indikator, yaitu R2 31%. Ada 69% variance yang tidak bisa dijelaskan oleh garis regresi, Gambar 123. Provinsi DKI meskipun dengan HDI tertinggi namun GNI per Capita tertinggi dimiliki oleh Riau. Gambaran ini sekaligus memperjelas lagi bahwa ada masalah dengan orientasi pertumbuhan ekonomi. Padahal dalam Education Index sudah terbukti bahwa Mean Years of Schooling memiliki korelasi yang paling kuat diantara ke-empat indikator HDI, disusul kemudian oleh Expected Years of Schooling.. Ini berarti bahwa pendidikan itu sangat penting dalam HDI sebagai parameter. Lagi terbukti bahwa setelah 67 tahun merdeka, pemerataan pendidikan dan keadilan masih menjadi masalah dan perlu mendapat perhatian dalam konteks NKRI, Negara Bangsa dan Pancasila.

Screenshot-73

Gambar 123: HDI Value vs GNI per Capita (2005 PPP$)

Lebih lanjut, Table 5 menunjukkan korelasi antar indikator HDI dengan metoda Pearson, Kendall, dan Spearman. Korelasi sangat lemah antara GNI per Capita dengan Mean Years of Schooling, yaitu r 0.09 [Spearman]. Hasil ini juga mengkonfirmasi kebenaran temuan UNDP bahwa pendidikan dan indikator ekonomi itu berkorelasi lemah. Lebih lanjut, korelasi kuat antara Expected Years of Schooling dengan Mean Years of Schooling bisa dipahami dengan mudah. Namun, korelasi r 0.52 antara indikator Mean Years of Schooling dengan Life Expectancyat Birth cukup menarik. Ini berarti pula bahwa pendidikan berpengaruh pada kesejahteraan. Di sisi yang lain, meskipun Expected Years of Scholing adalah indikator Education Index, namun korelasi antara Life Expectancy at Birth dengan Expected Years of Schooling lemah, yaitu r 0.26. Di analisis Illiterate, ditemukan masih ada 22 provinsi yang masuk kategori Illiterate dibawah rata-rata nasional, atau 67 % provinsi di Indonesia Illiterate ketika sudah merdeka 67 tahun. Juga, ini konsisten dengan dominasi angkatan kerja ≤ SD, dan pengangguran terbuka didominasi oleh tingkat pendidikan SD-SMA.

Padahal, angkatan kerja yang berusia > 15 bekerja di berbagai bidang industri adalah mereka yang >55% berjenjang pendidikan SMTA ke atas. Ini menjelaskan bagaimana kualitas pendidikan dan kebutuhan angkatan kerja yang tidak match. Jadi, persoalannya bukan hanya masalah PE > PAK, namun juga kualitas angkatan kerja dalam arti kebutuhan.

Lebih lanjut, korelasi antara jumlah penduduk miskin di desa dan kota dengan indikator-indikator Education Index, yaitu Mean Years of Schooling dan Expected Years of Schooling, negatif. Itu membuktikan lagi bahwa semakin tinggi Education Index semakin rendah jumlah penduduk miskin di desa dan kota, Table 6. Oleh karena itu, mencerdaskan kehidupan bangasa itu mutlak.

Screenshot-74

Table 5: Multiple Correlation HDI and it’s components

Screenshot-75

Table 6: Multiple Correlation HDI dengan Kemiskinan

Selanjutnya, analisis diperluas dengan menyertakan semua komponen pendidikan, bukan hanya perangkat keras dan guru, namun juga semua indikator yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu Net Enrollment Ratio untuk seuruh jenjang pendidikan, jumlah guru baik negeri dan swasta, jumlah sekolah baik negeri maupun swasta, jumlah kelas, jumlah penduduk miskin, dan Pengangguran. Table 7 dan Table 8 menayangkan Multiple Correlation seluruh variabel tersebut. Hasil analisis adalah sbb.:

  1. Jumlah Pengangguran berkorelasi positif kuat dengan variabel-variabel Jumlah Kelas negeri dan Swasta, Jumlah kemiskinan di Desa dan Kota. Tidak bisa dibantah bahwa Pengangguran berhubungan pendidikan, baik perangkat keras maupun Guru dan juga indikator pendidikan yang lain, serta berhubungan kuat dengan Kemiskinan. Maka, Pendidikan adalah pemutus mata rantai lingkaran setan Pengagguran-Kemiskinan. Dan, para founding fathers telah membuat testamen di pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

  2. Jumlah Pengangguran berkorelasi positif lemah dengan NER Junior High School dan Senior High School. Meskipun lemah, namun hasil ini mengirim pesan bahwa semakin tinggi jumlah anak atau generasi muda yang tidak sekolah di Junior High School maupun Senior High School maka maka akan semakin tinggi jumlah pengangguran. Sebaliknya, korelasi negatif sangat lemah antara jumlah Pengangguran dengan NER Elementry School memberi pesan bahwa Pendidikan di jenjang SD tidak berdampak untuk mengurangi pengangguran.

Screenshot-76

Table 7: Descriptive Statistics Education Index, NER, Jumlah Guru ,Sekolah, Kelas, ……

Screenshot-77

Table 8: Multiple correlation Education Index, NER, Jumlah Guru ,Sekolah, Kelas, ……

  1. Jumlah Penduduk Miskin di Kota berkorelasi negatif lebih kuat dibanding korelasi dengan Jumlah Penduduk Miskin Desa dengan Education Index dan NER Elementry School. Hasil ini mengirim pesan bahwa Jumlah Penduduk Miskin di Kota lebih sensitif terhadap Pendidikan dibanding Jumlah Penduduk Miskin di Desa. Tersirat dari pesan ini bahwa lapangan kerja di Desa kurang sensitif terhadap Pendidikan. Juga, Jumlah penduduk Miskin di Desa atau Kota berkorelasi positif sangat kuat dengan variabel-variabel Jumlah Guru Negeri dan Swasta, jumlah Sekolah Negeri dan Swasta, Jumlah Kelas Negeri dan Swasta, Jumlah Kelas negeri dan Swasta. Hasil ini memberi pesan bahwa jumlah Penduduk Miskin di Desa atau Kota adalah akibat dari implementasi di bidang Pendidikan.

  1. Jumlah Kelas Negeri berkorelasi negatif dengan Education Index dan NER Elementry School. Hasil ini memberi pesan bahwa semakin banyak Jumlah Kelas negeri* maka semakin rendah Education Index dan NER Elementry School. Artinya, Pertambahan jumlah sekolah negeri memang tidak perlu karena NER untuk Elementry School sudah diatas 90% secara rata-rata di seluruh provinsi. Justru sebaliknya, Jumlah Kelas Negeri berkorelasi positif dengan NER Junior School dan NER Senior High School. Itu berarti bahwa semakin banyak kelas sekolah negeri di Junior High School dan Senior High School maka NER Junior School dan NER Senior High School akan naik. Dengan kata lain, juga berdasar analisis sebelumnya, proporsi kelas antar jenjang pendidikan yang seimbang adalah penyebabnya dimana jumlah kelas di jenjang SMP atau Junior High School adalah bottle neck sebelum ke jenjang selanjutnya. Padahal, UU mewajibkan anak berhak menempuh pendidikan sembilan tahun atau hingga jenjang SMP. Oleh karena itu, bottle neck itu adalah implementasi kebijakan pemerintah yang tidak tepat.

  2. Jumlah Kelas Negeri dan Swasta berkorelasi positif sangat kuat dengan variabel Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta, Jumlah Guru Negeri dan Swasta, NER seluruh jenjang pendidikan, dan Educattion index. Korelasi positif sangat kuat tersebut sangat masuk akal karena Kelas adalah sarana, atau perangkat keras pendidikan.

Bila HDI kemudian disandingkan dengan GINI Index, Gambar 124, untuk melihat posisi masing provinsi maka gambaran yang lebih jelas mengenai pendidikan dan kesejahteraan akan semakin tampak setelah 67 tahun merdeka.

Screenshot-78

Gambar 124: GINI Index vs HDI

Hanya ada 5 provinsi yang berada diatas rata-rata GINI Index nasional. Ada dua provinsi ekstrim yang menyedihkan. Provinsi Papua dengan nilai HDI paling rendah namun GINI Index di atas rata-rata nasional, sedang provinsi DIY yang hanya menempati Kuadran I seorang diri, memiliki HDI diatas rata-rata nasional namun GINI Index juga di atas rata-rata nasional. Korelasi negatif menjelaskan bahwa kenaikan nilai HDI akan menurunkan nilai GINI Index yang menunjukkan kesenjangan kaya miskin semakin melebar.

Kesimpulan :

  1. Gambaran umum :

    1. Sekitar 63% penduduk tinggal di Desa, dengan laju pertambahan penduduk tidak merata di seluruh provinsi dan mencerminkan tingkat urbanisasi yang dipicu oleh faktor ekonomi.

    2. Piramida penduduk masih lebar di bawah yang memberi gambaran mengenai kebutuhan pendidikan dan lapangan kerja.

    3. Sekitar 63% penduduk miskin ada di Desa

    4. Pengangguran terbuka didominasi oleh jenjang Pendidkan SMA, SMP, SD, dan yang tidak berpendidikan.

    5. Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur adalah kantung kemiskinan dan pengangguran.

    6. Pendidikan, Kemiskinan, dan Pengangguran, saling berelasi. Kemiskinan memproduksi kemiskinan.

    7. HDI di 33 provinsi 8 outliers dengan 3 provinsi negative outliers yaitu NTT, NTB, dan Papua. Sisa 25 provinsi dalam standard deviasi.

**Gambar dari HDR UNDP 2011, with compliment of UNDP

*Uraian formulasi lengkap Ilife, IEducation, dan IIncome ada di Technical Note, Human Development Report , UNDP, 2011. Semua angka yang ditampilkan adalah data hasil kalkulasi sumber.

*48% rusak, sumber Kemendiknas

 

Leave a Reply